Yang namanya hidup dan mati memang sebenar-benarnya berada dalam kuasaNya. Pikiran itu bergelayut dalam benak saya ketika kemarin saya menginjak seekor belalang di Kebun Raya Bogor ditengah usaha saya mengejar pandang pada seekor burung Perenjak Jawa. Saya hanya sempat berucap "Uppss..maaf adek belalang..", menyingkirkan bangkainya dan kemudian berlalu. Sekali menengok ke belakang dan seekor Perenjak Jawa saya pergoki membawa terbang bangkai belalang tadi.
Apakah salah saya karena berjalan di jalur belalang? Atau salah belalang yang tidak tengok kiri-kanan sebelum menyeberang? Atau ini skenario yang sudah disiapkan si burung perenjak untuk dapat makanan gratis? Ah, dua dugaan terakhir sepertinya terlalu mengada-ada. Semua sudah jadi skenario yang empunya hidup dan pencipta nyawa.
Namun, semua jadi terbalik ketika saya keluar pintu gerbang KRB dan bermaksud menyeberang jalan untuk naik angkutan umum. Jalan yang padat, pengemudi ugal-ugalan, klakson berbunyi setiap detik dan semua orang tampak tergesa-gesa. Menyeberang jalan disini benar-benar lebih pada pertaruhan dibanding skenarioNya atas ketidaksengajaan.
Saya membayangkan diri sendiri sebagai belalang yang tak sengaja terinjak tadi, bedanya, dalam kasus terburuk, saya bertanya-tanya apakah sempat si pelindas menengok ke belakang dan menyingkirkan tubuh tak bernyawa ini, lalu mengamati seekor perenjak raksasa memakan bangkai saya? Kalo sempat berarti saya kalah taruhan. Karena saya bertaruh si pelindas sudah babak belur dihajar massa..Indonesia gitu loh...
No comments:
Post a Comment